Rabu, 12 Desember 2018

Pendidikan karakter

Nama : Rudhiana Ahfia Karima
NIM  : 1710110011
Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Aat Hidayat, M.Pd.I


Indonesia Darurat Pendidikan Karakter



     Dewasa ini dunia pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan, kekerasan dan penganiayaan marak terjadi di lingkungan sekolah. Bahkan penganiayaan tersebut berujung dengan kematian.  SAMPANG, KOMPAS.com — Penganiayaan berujung maut yang dilakukan seorang murid SMAN 1 Torjun, HI (170 kepada gurunya, Ahmad Budi Cahyono (26) memunculkan berbagai versi di publik. Untuk meluruskan hal itu, Polres Sampang menggelar konferensi pers pada Jumat (2/2/2018) malam, di Mapolres Sampang, Jawa Timur. Kapolres Sampang AKBP Budi Wardiman mengatakan, banyak informasi simpang siur beredar di masyarakat. Bahkan, ada pula pihak yang langsung mempublikasikan kejadian, meski belum mengetahui detail kejadiannya. Baca juga: Mendagri: Guru Garda Terdepan dalam Mengamalkan Pancasila Berikut kronologi penganiayaan HI terhadap sang guru yang disampaikan Budi:
1. Pada Kamis (1/2/2018) sekitar pukul 13.00, korban mengisi pelajaran seni melukis di halaman depan kelas XII. Semua siswa diberi tugas melukis. Pelaku tidak menghiraukan apa yang ditugaskan korban. 
2. Korban kemudian menegur pelaku agar mengerjakan tugas seperti temannya yang lain. Teguran itu tetap tidak dihiraukan pelaku.  
3. Karena teguran tidak dihiraukan, korban kemudian menggoreskan cat ke pipi pelaku.
4. Pelaku tidak terima dan mengeluarkan kalimat tidak sopan. 
5. Karena tidak sopan, korban memukul pelaku dengan kertas absen. 
6. Pukulan itu ditangkis pelaku dan langsung menghujamkan pukulan ke pelipis sebelah kanan korban. Akibatnya, korban tersungkur.  
7. Murid yang lain melerai pelaku dan korban. 
8. Korban bangun setelah terjatuh. Lengan kiri korban lecet karena menahan tubuhnya saat terjatuh. 
9. Seusai kejadian tersebut, seluruh siswa masuk kelas. Di dalam kelas, pelaku sempat meminta maaf kepada korban disaksikan murid-murid yang lain.  
10. Setelah pelajaran usai, korban dan pelaku pulang ke rumahnya masing-masing. Korban masih sempat bercerita kepada kepala sekolah tentang kejadian pemukulan yang dilakukan muridnya.  
11. Setiba di rumah, korban langsung istirahat karena mengeluh pusing dan sakit kepala. Sekitar pukul 15.00, korban dibawa ke Puskesmas Jrengik, Kabupaten Sampang. Karena pihak Puskesmas tidak mampu menangani, korban kemudian dirujuk ke rumah sakit daerah Kabupaten Sampang. Korban kembali dirujuk ke rumah sakit DR Soetomo, Surabaya. 
12. Pihak rumah sakit kemudian menangani korban dan korban dinyatakan mengalami mati batang otak (MBO), yang menyebabkan seluruh organ tubuhnya tidak berfungsi. Dokter memprediksi, korban tidak akan hidup lama. 
13. Sekitar pukul 21.40, korban dinyatakan meninggal dunia. Korban kemudian langsung dibawa pulang ke rumahnya di Sampang. "Saya luruskan, tidak ada penghadangan korban oleh pelaku setelah jam pulang sekolah. Kejadian penganiayaan yang sebenarnya di depan halaman kelas," kata Budi. Ia berharap, tidak ada lagi informasi simpang siur mengenai peristiwa ini. "Polres Sampang terus mendalami kasus ini dan pelaku sudah ditahan. (Jumat) malam ini (pelaku) sudah ditetapkan sebagai tersangka," ujarnya.  Meski termasuk kategori di bawah umur, HI tetap dikenakan Pasal 351 Ayat 3 KUHP tentang Penganiayaan yang mengakibatkan matinya seseorang, dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara.
Lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi tempat untuk membentuk potensi peserta didik sehingga menjadi individu yang kreatif, toleransi, religius serta bertanggung jawab, justru menjadi tempat tindak kekerasan. Dalam kasus tersebut, peran orangtua menjadi faktor penting dalam membentuk karakter anak. Namun bukan berarti urusan pendidikan anak sepenuhnya tanggungjawab orangtua, karena pada dasarnya pendidikan di sekolah merupakan bagian dari pendidikan keluarga.
       Pendidikan karakter perlu ditanamkan kepada anak sejak dini, karena pendidikan karakter merupakan usaha sadar dan terencana yang dilakukan seorang guru untuk menanamkan nilai-nilai karakter kepada siswa agar menjadi individu yang lebih baik. Kementrian pendidikan dan kebudayaan mengimplementasikan penguatan karakter penerus bangsa melalui gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang digulirkan sejak tahun 2016. Pendidikan karakter pada jenjang pendidikan dasar mendapat porsi yang lebih besar dibandingkan pendidikan yang mengajarkan pengetahuan. Untuk sekolah dasar sebesar 70 persen, sedangkan untuk sekolah menengah pertama sebesar 60 persen. Terdapat lima nilai karakter utama yang bersumber dari Pancasila, yang menjadi prioritas pengembangan gerakan PPK, yaitu religius, nasionalisme, integritas, kemandirian dan kegotongroyongan. Masing-masing nilai saling berinteraksi satu sama lain.
Nilai religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang di anut. Implementasi nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam sikap cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama, percaya diri, tidak memaksakan kehendak serta mencintai lingkungan. Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, sosial, budaya, ekonomi serta menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri. Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran dan waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama. PPK mendorong sinergi tiga pusat pendidikan, yaitu sekolah, keluarga dan masyarakat.
Pembentukan karakter memerlukan seperangkat nilai-nilai yang akan diberikan kepada peserta didik. Pendekatan karakter komprehensif pendidikan karakter oleh Thomas Lickona (1991) yang meliputi : konsep pendidikan karakter dan moral, proses pendidikan karakter, dan pihak-pihak yang berperan dalam pendidikan karakter di sekolah. Thomas Lickona (1991) menyatakan bahwa salah satu alasan mengapa pendidikan karakter sangat dibutuhkan bagi suatu bangsa adalah adanya kenyataan bahwa kekurangan yang paling mencolok pada diri anak-anak saat ini adalah dalam hal nilai-nilai moral. Salah satu faktor penyebab tindakan negatif yang dilakukan seorang anak adalah berawal dari masalah keluarga, keluarga kurang memberikan perhatian lebih kepada anak, sehingga anak terjerumus ke dalam pergaulan yang negatif.
Filosuf Yunani Aristoteles dalam Lickona (1991:50) mendefinisikan karakter yang baik adalah sebagai kehidupan yang benar-benar menjalankan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri. Karakter yang baik terdiri dari pengetahuan yang baik, perasaan yang baik serta melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik.
Solusi untuk mengatasi krisis moral yang mengakibatkan tindak kriminal yaitu dengan menanamkan pendidikan karakter kepada anak. penanaman pendidikan karakter kepada anak bukan hanya dilakukan oleh guru di sekolah, namun peran orang tua dan masyarakat juga sangat mempengaruhi. Orang tua diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai keagamaan kepada anak sejak dini. Karena penanaman nilai-nilai keagamaan sangat diperlukan dalam pembentukan karakter seorang anak. Selain itu, lingkungan masyarakat juga berperan aktif dalam pembentukan karakter agar seorang anak tidak menyimpang dan terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Oleh karena itu pihak sekolah, keluarga maupun lingkungan masyarakat harus saling mendukung dan berkesinambungan dalam proses pembentukan karakter anak, agar tidak ada lagi tindak kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang.

Simpulan
       Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa kurangnya perhatian serta pengawasan dari orang tua dapat berdampak negatif terhadap psikis anak. Orang tua wajib memberikan perhatian serta menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter kepada seorang anak sejak dini, agar anak tidak terjerumus dan melakukan tindak kekerasan. Tindak kekerasan berupa penganiayaan hingga berujung maut seyogyanya tidak pantas dilakukan oleh seorang pelajar.